Jumat, 17 Mei 2013

Beranda » » Tempo.co News Site: Sang Reduksionis

Tempo.co News Site: Sang Reduksionis

Tempo.co News Site
daily news from tempo.co // via fulltextrssfeed.com
Sang Reduksionis
May 17th 2013, 09:15

Tan Tjiang Ay adalah arsitek yang dikenal dengan bangunan-bangunannya yang sederhana. Ia tidak mendesain rumah yang penuh ornamen dan pernak-pernik pemanis. Simpel dan tidak ingin berteriak. Namun, Tan menolak jika dibilang bangunannya minimalis. Ia lebih suka menyebutnya sebagai rediksionis. Mereduksi ornamen tak penting dan kembali ke unsur-unsur mendasar pada bangunan.

Bulan lalu kami menemuinya di studionya di Bandung, sebuah rumah dari kayu jati yang dibangun Belanda pada 1920 untuk pegawai rendahan. Ia juga tampil sederhana, kemeja katun putih, celana khaki, dan sepatu sandal. Di sela-sela perbincangan, burung-burung di halaman belakang rumahnya berkicau bersahutan.

Apa yang pertama Anda lakukan saat ada yang minta dibuatkan rumah?
Mengetahui kehidupan yang akan dilakukan dalam bangunan itu. Rumah buat si A, berbeda dengan rumah buat si B, karena kehidupan yang mereka lakukan berbeda. Kalau saya bisa menjiwai kehidupan itu, maka jadinya akan bagus.

Penjiwaan itu penting?
Ada seseorang datang dan minta dibuatkan masjid. Saya jawab, "Saya bisa membuat bangunan yang nyaman, perbandingannya oke, indah. Bangunan itu bisa Anda gunakan untuk masjid, tapi penghayatannya saya terhadap Islam itu tidak ada. Saya hanya bisa membuat satu bangunan yang bisa Anda gunakan untuk masjid." Masjid itu bukan sekadar bangunan, melainkan sebuah jiwa. Kalau saya tidak menjiwai itu, bagaimana saya bisa membuatnya?

Apa yang paling Anda jiwai?
Saya manusia, butuh rumah, jadi pasti bisa menghayati bagaimana rumah yang baik. Tapi, saya juga tidak bisa membuat home. Saya membuat satu bangunan yang bisa digunakan untuk home.

Maksudnya?
Seorang arsitek memang membuat bangunan, tapi ikhtiarnya bukan hanya itu. Ia sebenarnya sedang merancang semacam kehidupan. Arsitektur adalah kehidupan.

Jadi, kita tidak bisa memahami arsitektur hanya dengan melihat bentuk bangunannya?
Ketika berbicara tentang arsitektur, yang biasanya terbayang oleh kita adalah bentuk bangunannya. Padahal, yang digunakan adalah kekosongan di dalamnya, ruang yang di balik bangunan itu. Sayangnya, banyak sekali majalah meliput bangunan, tapi semua hanya membahas tampilan luarnya.

Banyak yang mengatakan bangunan Anda bergaya minimalisme.
Daripada dibilang minimalis, saya lebih senang dibilang reduksionis. Saya itu mereduksi.

Apa yang direduksi?
Unsur. Jadi kalau cukup dengan satu garis, jangan buat dua. Kalau cukup dua, jangan buat tiga. Ornamen yang tidak diperlukan, buang saja.

Anda modernis sekali, mengamalkan kredo form follows function.
Anda boleh katakan apa saja, dengan jargon yang bombastis. Tapi, intinya adalah, saya membuat yang perlu saja. Ini saya pelajari dari profesor-profesor saya yang asli Belanda. Begitu saya membuat garis yang tidak semestinya, dia yang berdiri di belakang saya langsung saja mengatakan: "Biasa saja lah, biasa saja sudah cukup gila." Buru-buru saya mengambil penghapus. Jadi, sekarang ini saya lebih banyak bekerja dengan penghapus daripada pensil. Syukur-syukur kita bisa membawa ini dalam kehidupan, dibuat sederhana saja hidup ini. Saya rasa semua agama itu kok mengajarkan itu, hidup ini enggak usah neko-neko.

Jadi, dari dulu Anda mengambil gaya seperti ini?
Tidak. Dulu, desain saya genit. Zaman itu (1980-an) memang zaman yang genit. Seperti orang baru keluar dari salon. Jadi bukan gadis desa yang benar-benar cantik. Unsur-unsurnya kurang elementer.

Maksudnya kurang elementer?
Anda tahu T-shirt? Itu busana yang elementer. Dari zaman kakek saya bentuknya tidak berubah. Desainnya awet, karena hanya memiliki unsur yang mendasar. Unsurnya elementer, menurut fungsinya.

Kalau ornamen pemanis dibuang, apa bangunan tidak jadi kaku?
Anda tidak bisa bilang gadis desa yang tidak ke salon adalah kaku. Banyak yang bilang, saya itu cuma membuat kotak. Itu karena mereka mungkin kurang mengerti. Pak Han Awal, arsitek yang sangat saya hormati, karyanya sangat sederhana, simpel, tapi bukan minimalis. No ornaments needed. Karena ornamen itu sudah disasjikan oleh Yang Maha Kuasa. Saya meminjam ornamen dari Tuhan. Itulah kenapa ada banyak jendela lebar atau lubang pada dinding pada karya saya. Itu untuk melihat pemandangan yang hijau.

Selain memanfaatkan alam sekitar, apa lagi elemen yang Anda pakai agar bangunan tanpa ornamen berlebih itu menjadi bagus?
Unsur-unsur elementer yang lebih luhur itu seperti ruang, cahaya, ambience, ritme, kontras...

Selain mereduksi ornamen, Anda juga suka mereduksi luas bangunan?
Ruang yang paling mewah di dunia ini adalah unbuilt space, lahan yang tidak dibangun. Bangunan itu merusak, jadi buat kerusakan sesedikit mungkin.

Termasuk ukuran kamar? Anda kalau membuat kamar ukurannya cuma 4 x 4 meter...
Selama aktivitas Anda di dalam kamar hanya tidur dengan mata terpejam ya untuk apa kamar besar? Tapi kalau ternyata Anda mau main sepakbola di kamar tidur, bilang sejak awal, maka saya buatkan yang besar. Saya juga pernah membuat kamar madi 6 x 6 meter, karena klien saya sebelumnya bilang, dia tidak hanya mandi di kamar mandi, ada aktivitas ini-itu.

Bagaimana Anda membuat bangunan? Bagaimana ide-ide itu muncul?
Anda itu bertanya seakan-akan apa yang saya lakukan itu mistis. Itu sama saja dengan bertanya kepada pengguna sepeda, Pak Anda pakai sepeda rodanya cuma dua kok enggak jatuh? Merancang bangunan itu seperti naik sepeda, tidak ada teori yang aneh-aneh. Membuat bangunan itu harus alami, jangan dibuat-buat. Seperti cara jalan, ya kalau cara jalan saya tidak gagah, jangan digagah-gagahin.

Qaris Tajudin

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions